Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SANGGAU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2023/PN Sag 1.ERBIT
2.GONOT
3.KISENG
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA, cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN BARAT, cq. KEPOLISIAN RESORT SANGGAU Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 06 Jan. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Sag
Tanggal Surat Jumat, 06 Jan. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1ERBIT
2GONOT
3KISENG
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA, cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN BARAT, cq. KEPOLISIAN RESORT SANGGAU
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Bahwa adapun dasar Permohonan Pemeriksaan Praperadilan atas Pelanggaran-Pelanggaran Hak-Hak Asasi Pemohon serta tidak terpenuhinya Syarat Formil Dan Syarat Materil Penangkapan, Penahanan sebagaimana yang telah diatur dalam Bab X Bagian Kesatu yang terdapat Pasal 77 KUHAP Dan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016 terkait Objek Dan Pemeriksaan Praperadilan yang terdapat pada Bab II Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 telah menetapkan Objek Praperadilan baru yaitu sah tidaknya Penetapan Tersangka, Penggeledahan Dan Penyitaan, Maka Perkenankanlah Kami Selaku Penasihat Hukum Pemohon Terlebih dahulu alasan-alasan Permohonan Praperadilan yang kami ajukan pada Pengadilan Negeri Sanggau dalam perkara a quo yang tengah di periksa ini, berdasarkan Surat Pemberitahuan Penangkapan Dan Penahanan yang diterbitkan oleh Kepala Kepolisian Resort  Sanggau, Kiranya kami merasa sangat perlu untuk menyampaikan alasan-alasan Permohonan Praperadilan ini Demi Kepentingan Hukum Dan Keadilan Serta Memperoleh Jaminan Perlindungan Hak- Hak Asasi Para Pemohon atas Kebenaran, Kepastian Hukum Dan Keadilan , Selain itu alasan-alasan Permohonan Praperadilan ini perlu kami sampaikan Demi Perlindungan Hukum yang lebih luas bagi masyarakat pada umumnya maupun pembangunan hukum dalam proses beracara pada Persidangan Perkara Pidana yang semuanya itu telah pula dijamin oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai landasan hukum beracara di Negara ini.
    
Bertitik tolak dari Surat Pemberitahuan, Penangkapan Dan Penahanan yang diterbitkan oleh Kepala Kepolisian Resort Sanggau Dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh Penyidik Reskrim Kepolisian Resort Sanggau  pada perkara a quo pada dasarnya adalah langkah penegakan hukum demi menemukan kebenaran materil hukum pidana, Dalam artian pula bahwa proses yang kita jalani bersama saat ini adalah proses penegakan prinsip-prinsip hukum pidana yang berlaku bagi segenap warga Negara tanpa pandang bulu, baik itu hukum pidana formil maupun hukum pidana materil demi terwujudnya suatu kebenaran dan keadilan yang dituangkan dalam putusan Majelis Hakim Yang Mulia yang seiring di ibaratkan sebagai perpanjangan Tuhan di atas dunia ini.
Adapun Alasan- Alasan diajukannya Praperadilan adalah sebagai berikut:
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
Tindakan Upaya Paksa, seperti Penetapan Tersangka, Penangkapan, Penggeledahan, Penyitaan yang dilakukan dengan melanggar Peraturan Perundang-Undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan Hak Asasi Manusia, Menurut Andi Hamzah (1986:10) Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggatan Hak Asasi Manusia, Yang memang pada kenyataanya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme control terhadap kemungkinan  tindakan sewenang-wenang dari Penyidik dalam melakukan Tindakan tersebut.  Hal ini bertujuan agar Hukum ditegakkan Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan Penyidikan Dan Penuntutan. Disamping itu  Praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara Horizontal terhadap Hak-Hak Tersangka/Terdakwa dalam Pemeriksaan Pendahuluan (Vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah PENYIDIK atau PENUNTUT UMUM  dalam melakukan tindakan PENETAPAN TERSANGKA, PENANGKAPAN, PENGGELEDAAN, PENYITAAN, PENAHANAN, DAN PENUNTUTAN AGAR LEBIH MENGEDEPANKAN ASAS DAN PRINSIP KEHATIAN–HATIAN DALAM MENETAPKAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA.
1.1    Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana control atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (ic.Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang, lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP identic dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang.

1.2    Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administarsi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.

1.3    Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara professional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya.
1.4    Bahwa apabila kita melihat pendapat S.Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :
1)    Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang- wenang.
2)    Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga Negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
3)    Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
4)    Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
5)    Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan intergritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya kesimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.
1.5    Bahwa apa yang diuraikan di atas, yaitu Lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan HAM, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau roh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi:
a)    “Bahwa NKRI adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi HAM serta menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
b)    “Bahwa pembangunan hukum nasional yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselanggaranya Negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

1.6    Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan ditingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga Mahkamah Konstitusi telah memperluas yang bisa menjadi objek Praperadilan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 telah menetapkan Objek Praperadilan baru yaitu sah tidaknya Penetapan Tersangka, Penggeledahan Dan Penyitaan

1.7 Bahwa mendasari yang menjadi Objek Praperadilan baru yaitu sah tidaknya Penetapan Tersangka, Penggeledahan Dan Penyitaan diatas maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut:
I.    Tindakan yang dilakukan oleh Termohon menyangkut pelakasanaan wewenang Termohon dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan Termohon terhadap penggeledahan, penyitaan tidak memenuhi syarat-syarat formil sebagaimana yang diatur dalam KUHAP.
II.    Bahwa  dengan ditetapkannya Pemohon menjadi Tersangka tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan Pemohon telah dirampas.

1.8 Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan atau Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal itu tidak berarti kesalahan Termohon tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui  Peradilan  dalam hal ini melalui Lembaga Praperadilan, yang dibentuk untuk melindungi hak asasi seseorang (Tersangka) dari kesalahaan/kesewenangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik Resort Sanggau Tentunya, hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10 ayat (1) :
“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib memeriksa dan menggali”.
Pasal 5 ayat (1) :
“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
1.9    Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari sistem  penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak terpenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan;
1.10 Bahwa dalam praktek peradilan, hakim telah berapa kali melakukan penemuan hukum terkait dengan tindakan-tindakan lain dari penyidik/penuntut umum yang dapat menjadi objek Praperadilan. Beberapa tindakan lain dari penyidik atau penutut umum, antara lain penggeledahan, penyitaan, penetapan sebagai  tersangka, telah dapat diterima untuk menjadi objek dalam pemeriksaan Praperadilan. Sebagai contoh Putusan Perkara Praperadilan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/PN.Bky., tanggal 18 Mei 2011 Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/Pid/2011 tanggal 17 Januari 2012, yang pada intinya menyatakan tidak sahnya penyitaan yang telah dilakukan. Terkait dengan sah tidaknya penetapan tersangka, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara Praperadilan No. 38/Pid.Prap/2012/ PN.Jkt-Sel. telah menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan dengan menyatakan antara lain ”tidak sah menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka”.
     1. 11 Bahwa beberapa contoh Putusan Praperadilan tersebut tentunya dapat dijadikan rujukan dan yurisprudensi dalam memeriksa perkara Praperadilan atas tindakan penyidik/penuntut umum yang pengaturannya di luar ketentuan Pasal 77 KUHAP. Tindakan lain yang salah/keliru atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum, tidak dapat dibiarkan tanpa adanya suatu koreksi. Jika kesalahan/kekeliruan atau pelanggaran tersebut dibiarkan, maka akan terjadi kesewenang-wenangan yang jelas-jelas akan mengusik rasa keadilan.

1.12 Bahwa penetapan status seseorang sebagai Tersangka in casu Pemohon, yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/ atau pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit atau roh atau jiwa KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan Pasal 17 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang berbunyi :
“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar. Pasal 28 D ayat (1) UUD Negara RI 1945 menentukan : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas UUD Negara RI 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga negara. Terlebih lagi, negara Republik Indonesia telah meratifikasi International Covenant On Civil and Political Right/Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (“ICCPR”), yakni melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil and Political Right (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (“UU KOVENAN INTERNASIONAL”). ICCPR yang telah diratifikasi melalui UU KOVENAN INTERNASIONAL, merupakan salah satu instrumen Internasional utama yang berisi mengenai pengukuhan pokok-pokok Hak Asasi Manusia.
Dalam ketentuan yang telah diratifikasi tersebut, negara telah berjanji untuk memberikan jaminan guna melakukan pemulihan terhadap seseorang yang hak-hak nya telah dilanggar dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas institusi negara/penegak hukum. Adapun ketentuan dimaksud adalah sebagai berikut :
•    Pasal 14 angka 3 huruf a (mengenai hak yang dilanggar) : “In the determination of any criminal charge against him, everyone shall be entitled to the following minimum guarantees, in full equality : a) To be informed promptly and in detail in a language which be understands of the nature and cause of the charge against him”
Terjemahannya:
    “Dalam penentuan suatu tindak kejahatan, setiap orang berhak atas jaminan-jaminan minimal dibawah ini secara penuh, yaitu :
a)    untuk diberitahukan secepatnya dan terinci dalam bahasa yang dimengerti tentang sifat dan alasan tuduhan yang dikenakan terhadapnya”.
•    Pasal 2 angka 3 huruf a dan b (mengenai janji negara untuk menjamin pemulihan hak yang dilanggar) : “Each State Party to the present Covenant undertakes :
a)    to ensure that any person whose rights or freedoms as herein recognized are violated shall have and effective remedy, notwithstanding that the violation has been committed by person acting in an official capacity.
b)    To ensure that any person claiming such remedy should have his right thereto determined by competent judicial, adminitrative or legislative authorities, or by any other competent authority provided for by the legal system of the State, and to develop the possibilies of judicial remedy.
Terjemahnnya :
“Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji :
a)    Menjamin bahwa setiap orang yang hak-hak atau kebebasannya diakui dalam Kovenan ini dilanggar, akan memperoleh upaya pemulihan yang efektif, walaupun pelanggaran tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dalam kapasitas resmi.
b)    Menjamin bahwa setiap orang yang menuntut upaya pemulihan tersebut harus ditentukan hak-hak nya itu oleh lembaga peradilan, administratif, atau legislatif yang berwenang, atau oleh lembaga berwenang lainnya yang diatur oleh sistem Negara tersebut, dan untuk mengembangkan segala kemungkinan upaya penyelesaian peradilan:
Dengan demikian  mengacu kepada roh atau asas fundamental KUHAP (perlindungan hak asasi manusia) Jo. ketentuan Pasal 17 UU HAM Jo. Pasal 2 angka 3 huruf a dan b ICCPR yang telah diratifikasi melalui UU KOVENAN INTERNASIONAL, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang Aparatur Negara dalam melaksanakan KUHAP melalui lembaga Praperadilan telah secara sah mengalami perluasan sistematis (de systematische interpreatitie) termasuk meliputi penggunaan wewenang Penyidik yang bersifat mengurangi atau membatasi hak seseorang seperti diantaranya menetapkan seseorang sebagai tersangka secara tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, sehingga tidak hanya terbatas pada pengujian wewenang yang ditentukan dalam Pasal 77 KUHAP yaitu (a)  Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan (b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

II. Tentang  Fakta-Fakta Hukum:
I.    Bahwa Pemohon  I(ERBIT) usia 38 Tahun, Pemohon II (GONOT) usia 26 Tahun, Pemohon III (KISENG) usia 54 Tahun, Yang Kesemuanya adalah Seorang Warga Negara Indonesia  merupakan Kepala Rumah Tangga telah mempunyai Seorang Istri Dan Anak, yang bekerja setiap harinya bertani/berkebun untuk dapat menafkahi kebutuhan kehidupan Istri Dan Anak- Anaknya, Akan tetapi Pemohon 1, Pemohon II, Pemohon III  telah dituduh dan atau disangkakan yang tidak berdasar oleh Termohon atas dugaan telah melakukan tindak pidana “bersama-sama di muka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUH PIDANA ayat (1) dan (2) ke 1e KUH PIDANA, hal ini sangat jelas dan nyata secara hukum Prosedur Penangkapan, Penggeledahan, Penyitaan Dan Penahanan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III tidak sesuai dengan ketentuan Kitab Hukum Acara Pidana, Sehingga Penangkapan pada tanggal 03 November 2022 sekitar jam 15.00 Wib dan Penahanan pada tanggal 04 November  2022 yang dialami oleh Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III  telah Membuat Sirnah Semua Harapan dari Pemohon 1, Pemohon II, Pemohon III Sebagai Tulang Punggung Untuk  Menafkahi Istri Dan Anak- Anak Dari  Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III yang berakibatkan Para Pemohon tidak dapat lagi bekerja dikarenakan adanya Penangkapan Dan Penahanan yang dialami oleh Para Pemohon,  Dengan Fakta-Fakta Hukum Sebagai Berikut:

1.    Bahwa awal perkara a quo ini dikarenakan adanya Laporan Pengaduan di Polsek Noyan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/362/XI/2022/SPKT/POLSEK NOYAN/POLRES SANGGAU/POLDA KALBAR,tanggal 3 November 2022;

2.    Bahwa selanjutnya Pada Tanggal 3 November 2022 Para Pemohon telah ditangkap   oleh Penyidik Polres Sanggau dan langsung dibawa ke Mapolres Sanggau

3.    Bahwa setelah sampai di Kantor Polres Sanggau, Penyidik Polres Sanggau langsung memeriksa Para Pemohon untuk dimintai keterangan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Tersangka;

4.     Bahwa pada waktu Para Pemohon diperiksa oleh Penyidik Polres Sanggau untuk dimintakan keterangan, Para Pemohon tidak ada didampingi oleh Penasihat Hukum;

III. Tentang Syarat Formil Dan Materil Terhadap Penangkapan, Penahanan Yang di Lakukan oleh Termohon kepada Para Pemohon Cacat Secara Hukum Yang Tidak Berdasar, Sebagaimana Yang di Tentukan Dan di Atur Pada Kitab Hukum Acara Pidana.
5.    Bahwa pada waktu Penangkapan yang dilakukan oleh Termohon kepada Para Pemohon dengan dihubungkan pada Laporan Polisi Nomor: LP/B/362/XI/2022/SPKT/POLSEK NOYAN/POLRES SANGGAU/POLDA KALBAR,tanggal 3 November 2022, terdapat fakta hukum bahwa Para Pemohon tidak tertangkap tangan, melainkan Termohon  langsung membawa Para Pemohon ke Kantor Polres Sanggau tanpa ada Tembusan surat perintah penangkapan yang harus diberikan kepada keluarga Para Pemohon, oleh karenanya tindakan Termohon terhadap prosedur penangkapan yang dilakukan oleh Termohon telah bertentangan Pada Pasal 18 ayat 3 KUHAP dan
Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 pada Pasal 33 ayat  ayat 3 dan pada Pasal 40 ayat (2) huruf a ;
6.    Bahwa pada waktu Termohon melakukan pemeriksaan kepada Para Pemohon, nyata dan jelas secara hukum Para Pemohon tidak didampingin oleh Penasihat Hukum, bilamana dihubungkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/362/XI/2022/SPKT/POLSEK NOYAN/POLRES SANGGAU/POLDA KALBAR,tanggal 3 November 2022 dan dikaitkan dengan Surat Perintah Penangkapansangat nyata dan jelas secara hukum ancaman hukuman penjara diatas 5 tahun;
7.    Bahwa sudah sepatutnyalah Para Pemohon wajib diberitahu dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti tentang hak- haknya terhadap perkara yang dipersangkakan pada saat pemeriksaan akan dimulai kepada Para Pemohon dan sudah sepatutnya Para Pemohon yang tidak mampu dan tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, Termohon menunjuk penasihat hukum yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, akan tetapi Termohon tidak menunjuk Penasihat Hukum untuk mendampingi Para Pemohon pada saat pemeriksaan untuk dimintakan keterangan Para Pemohon, oleh karenanya proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Termohon  kepada Para Pemohon dengan menetapkan Para Pemohon seketika sebagai Tersangka telah bertentangan  pada Pasal 56 KUHAP dan Pasal 66 ayat 3 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012;
8.    Bahwa tindakan Termohon dengan melakukan Penangkapan kepada Para Pemohon, nyata dan jelas secara hukum tidak terpenuhinya bukti permulaan yang cukup atau  tidak terpenuhinya alat bukti yang sah sebagaimana yang telah diatur Pada Pasal 18 KUHAP, dikarenakan bila dihubungkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/362/XI/2022/SPKT/POLSEK NOYAN/POLRES SANGGAU/POLDA KALBAR,tanggal 3 November 2022 dan dikaitkan dengan Surat Perintah Penangkapan terdapat fakta-fakta hukum, tidak Bukti visum Et Repertum atau keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) tentang pemeriksaan medis;


9.    Bahwa berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Dan Surat Perintah Penahanan terhadap para Pemohon, bilamana dihubungkan dengan  Laporan Polisi Nomor: LP/B/362/XI/2022/SPKT/POLSEK NOYAN/POLRES SANGGAU/POLDA KALBAR,tanggal 3 November 2022 dalam jangka waktu satu (1) hari Para Pemohon langsung ditahan dan dijadikan Tersangka, sangat jelas dan nyata secara hukum terhadap pelaksanaan tugas yang dilakukan  oleh Termohon tidak memenuhi syarat formil sebagaiamana yang telah diatur pada Kitab Hukum Acara Pidana Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana;
10.    Bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat 1 KUHAP sangat jelas ditegaskan perintah penahanan atau penahanan terhadap seseorang tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan  bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
Bilamana dihubungkan dengan dengan  Laporan Polisi Nomor: LP/B/362/XI/2022/SPKT/POLSEK NOYAN/POLRES SANGGAU/POLDA KALBAR,tanggal 3 November 2022 dan dikaitkan dengan Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan, hal mana perkara  aquo ini terjadi karena adanya Laporan pengaduan Masyarakat terhadap suatu Tindak Pidana Pidana melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, hal mana terdapaf fakta hukum tidak terdapatnya alat bukti yang sah yang mendukung terhadap tindak piadana yang disangkakan oleh Termohon kepada Para Pemohon;

11.    Bahwa pada waktu Penahanan yang dilakukan oleh Termohon kepada Para Pemohon, Termohon tidak ada memberikan Tembusan Surat Pemberitahuan Penahanan kepada keluarga para Pemohon, sebagaimana yang diatur pada Pasal 21 ayat 3 KUHAP;


IV.  Tentang Penetapan Tersangka Kepada Para Pemohon Yang dilakukan oleh Termohon Tidak Sah Secara Hukum dan atau Tidak Memenuhi Syarat Formil Sebagaimana Yang Telah diatur Pada Kitab Hukum Acara Pidana.

12.    Bahwa penetapan Para Pemohon menjadi Tersangka oleh Termohon, adalah suatu bentuk nyata dari pengambilan keputusan oleh Termohon, Sehingga penetapan Tersangka dimaksud,Termohon terkesan terlalu terbutu-buru dalam menentukan status Para Pemohon menjadi Tersangka, maka pengambilan keputusan atau Penetapan Tersangka oleh Termohon dilakukan tidak sesuai dengan aturan dasarnya (in casu, melanggar aturan dasarnya atau tidak berdasarkan Hukum) oleh karenanya, penetapan dimaksud adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum;

13.    Pelanggaran terhadap Aturan Dasar pengambil keputusan a quo, adalah sekaligus sebagai bentuk pelanggaran terhadap Pasal 17 KUHAP dan Pasal 184 KUHAP dan asas yang fundamental dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Termohon, tepatnya asas Kepastian Hukum. Oleh karenanya semakin jelas, bahwa menurut hukum Penetapan dimaksud sesungguhnya adalah Tidak Sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat;

14.    Bahwa  Pasal 17 KUHAP menyatakan:
      “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak
       pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup” Bahwa frasa “bukti permulaan”     
       sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 17 KUHAP tanpa disertai dengan parameter yang           
       jelas telah menimbulkan ketidakpastian hukum sehubungan dengan syarat-syarat yang   
                  harus dipenuhi penyidik sebelum menyatakan sesorang sebagai tersangka atau sebelum
                  menggunakan upaya paksa dalam menangkap seseorang. Hal ini bertentangan dengan Pasal
                  28D ayat (1) UUD 1945 dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan yang secara
                  bertentangan dengan  prinsip due process of law sebagaimana digariskan dalam Pasal 1
                  ayat (3) serta Pasal 281 ayat (5) UUD 1945. “Bukti permulaan yang cukup dianggap
                  telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dual) alat bukti;

16.Bahwa Pasal 184 KUHAP menyatakan:
     Alat bukti yang sah ialah:
     a.keterangan saksi.
     b.keterangan ahli
     c.surat.
     d.petunjuk
     e.keterangan terdakwa.

Bilamana dihubungkan dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/362/XI/2022/SPKT/POLSEK NOYAN/POLRES SANGGAU/POLDA KALBAR,tanggal 3 November 2022 dikarenakan adanya Laporan Pengaduan dari seseorang dan dikaitkan pada Pasal 184 KUHAP sangat nyata dan jelas secara hukum tidak terpenuhinya 2 alat bukti yang sah;

17. Bahwa Termohon dengan menetapkan Para Pemohon sebagai Tersangka atas dugaan keras
      melakukan Tindak Pidana sebagaimana yang terdapat pada Pasal 170 ayat 1 dan 2 ke 1e
      KUHP sangat nyata dan jelas secara hukum tidak berdasar secara hukum dan atau tidak
      terpenuhinya 2 alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur pada Pasal 184 KUHAP
                 dikarenakan dalam perkara a quo merupakan delik aduan, hal mana tidak ada bukti Visum
                  et repertum dari kedokteran forensic;
18. Bahwa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP, penyelidikan diartikan sebagai
    “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu persitiwa yang diduga sebagai
     tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan”. Sedangkan
     penyidikan ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, yaitu “serangkaian tindakan dalam hal
     dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
     dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan   
     tersangkanya”.
     Dari pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP, maka untuk mencapai proses penentuan
     Tersangka, harus terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencapai dan
     menemukan suatu persitiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan). Untuk itu,
     terlebih dahulu diperlukan ketrangan-ketrangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti   
     awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian persitiwa sehingga dapat ditentukan ada
     tidaknya suatu peristiwa pidana. Setelah proses tersebut dilalui,  maka dilakukan rangkaian
  tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang
terjadi.akan tetapi yang dialami oleh Para Pemohon yang dilakukan Termohon kebalikannya prosedur yang dilakukan oleh Termohon dalam pelaksanaan tugasnya, pada tanggal 3 November 2022 terdapat tindakan arogan dan kesewenang-wenanganya kepada Para Pemohon, hal ini terlihat jelas sekali Para Pemohon pada waktu dimintakan keterangan Para Pemohon oleh Penyidik Polres Sanggau, Para Pemohon tidak didampingin oleh Penasihat Hukum dan sudah sepatutnyalah Penyidik Pembantu Polres Sanggau wajib diberitahu dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti tentang hak- haknya terhadap perkara yang dipersangkakan pada saat pemeriksaan akan dimulai dan sudah sepatutnya juga Penyidik Pembantu Satreskrim Polres Sanggau kepada Para Pemohon yang tidak mampu dan tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, penyidik/penyidik pembantu wajib menunjuk penasihat hukum yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, oleh karenanya proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik Pembantu Polres Sanggau kepada Para Pemohon dengan menetapkan Para Pemohon seketika sebagai Tersangka telah bertetangan pada Pasal 56 KUHAP dan Penyidik Pembantu Polres Sanggau;
19. Berdasarkan pendapat Guru Besar Hukum Pidana Indonesia, Eddy OS Hiariej, dalam bukunya yang berjudul Teori dan Hukum Pembuktian, untuk menetapkan seseorang sebagai TERSANGKA, Termohon haruslah melakukannya berdasarkan “bukti permulaan”. Eddy OS Hiariej kemudian menjelaskan bahwa alat bukti yang  yang dimaksudkan disini adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, apakah itu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa ataukah petunjuk. Eddy OS Hiariej berpendapat bahwa kata-kata “bukti permulaan”dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP, tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence. Selanjutnya untuk menakar bukti permulaan, tidaklah terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada Tersangka.Pada hakikatnya pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya, pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidana yang ada dalam suatu pasal.  Dan dalam rangka mencegah kesewenang-wenangan penetapan seseorang sebagai tersangka ataupun penangkapan dan penahanan, maka setiap bukti permulaan haruslah dikonfortasi antara satu dengan lainnya termaksuk pula dengan calon tersangka. Mengenai hal terakhir ini, dalam KUHAP tidak mewajibkan penyidik untuk memperlihatkan bukti yang ada padanya kepada Tersangka, akan tetapi berdasarkan doktrin, hal ini dibutuhkan untuk mencegah apa yang disebut dengan istilah unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar;
20. Bahwa mengingat dalam perkara ini adalah perkara tindak pidana “bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasaan terhadap orang atau barang” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUH Pidana ayat (1) dan (2) ke 1e KUHP yang ditangani oleh Termohon, oleh karenanya bukti permulaan yang cukup harus didasarkan pada dua alat bukti sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yang pada pokoknya secara tegas dan jelas mengatur bahwa bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan diperoleh secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan (beyond reasonable doubt).

         Namun, dalam hal ini, Termohon seolah mengkesampingkan  terhadap segala hal yang sangat prinsipil tersebut, entah karena apa, yang mana hal tersebut menurut pandangan kami   adalah bentuk kesewenang-wenangan  terhadap Para Pemohon;
21. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Termohon tidak patuh terhadap hukum yang tidak mematuhi dan melaksankan tugas dan kewenangannya dalam melakukan penegakan hukum  sebagaimana yang telah diatur dalam KUHAP, bahwa sebagaimana yang telah dituliskan oleh  Eddy OS Hiariej dalam bukunya tersebut diatas, hukum acara pidana sangat terikat dengan sifat keresmiannya dan karakter hukum acara pidana yang sangat menjunjung tinggi Legalisme, yang berarti berpegang teguh pada peraturan, tatacara atau penalaran hukum menjadi sangat penting dalam hukum acara pidana. Oleh karenanya menurut Para Pemohon sudah seharusnya hukum dapat digunakan untuk melakukan koreksi oleh Pengadilan terhadap tindakan Penetapan Tersangka terhadap diri Para Pemohon oleh Termohon yang dilakukan secara melanggar Asas Kepastian Hukum itu, dengan menyatakan secara tegas bahwa Penetapan Tersangka terhadap Para Pemohon a quo adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat menurut hukum dikarenakan Penetapan Tersangka kepada Para Pemohon tidak terpenuhi unsur-unsur tindak pidananya dan alat buktinya;

Dengan demikian berdasarkan seluruh uraian di atas, maka tindakan atau proses penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait Penetapan diri Para Pemohon sebagai Tersangka secara hukum adalah juga tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Oleh karena itu, perbuatan Termohon yang menetapkan Para Pemohon selaku Tersangka tanpa prosedur dan cacat yuridis/ bertentangan dengan hukum, telah mengakibatkan kerugian materil dan immaterial yang tidak dapat dihitung dengan uang, namun untuk kepastian hukum dengan ini Para Pemohon menentukan kerugian yang diderita adalah sebesar Rp.30.000.000,-(tiga puluh juta rupiah);
22. Bahwa upaya hukum Praperadilan ini kami lakukan semata-mata demi mencari kebenaran hukum, dan sebagaimana pendapat dari M.Yahya Harahap, bahwa salah satu fungsi upaya hukum Praperadilan adalah sebagai pengawasan horizontal atas segala tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan, Dan sebagaimana pula pendapat Loebby Loqman, bahwa fungsi pengawasan horizontal dari Lembaga Praperadilan tersebut adalah sesuai dengan tujuan umum dibentuknya KUHAP, yakni untuk menciptakan suatu proses penegakan hukum yang didasarkan pada kerangka due process of law pada dasarnya bukan semata-mata mengenai rule of law, akan tetapi merupakan unsur yang essensial dalam penyelenggaraan peradilan yang intinya adalah bahwa ia merupakan “…a law which hears before it condem, which proceeds upon inquiry and renders judgment only after trial..” Pada dasarnya yang menjadi titik sentral adalah perlindungan hak- hak asasi individu terhadap arbitrary action of the government. Oleh karena itu, Praperadilan memiliki peran yang penting untuk meminimalisir penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam pelaksanaan proses penegakan hukum. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
Kita bersama memahami bahwa penyidik merupakan pihak yang paling berwenang dalam tahap penyidikan karena mempunyai tugas yang sangat penting pada proses penegakan hukum sehingga dapat mempengaruhi jalan selanjutnya dari proses penyelesaian suatu perkara pidana. Oleh karenanya kami sangat berharap “sentuhan” Hakim Yang Mulia dalam putusannya agar dapat menegakan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi PARA PEMOHON dalam kasus a quo.Kami menempuh jalan ini karena kami yakin bahwa melalui forum Praperadilan ini juga dipenuhi syarat keterbukaan (transparency) dan akuntabilitas public (public accountability) yang merupakan syarat syarat tegaknya sistem peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjunjung tinggi hak- hak asasi manusia. Dengan forum terbuka ini, masyarakat dapat ikut mengontrol jalannya proses pemeriksaan dan pengujian kebenaran dan ketepatan tindakan penyidik maupun penuntut umum dalam menahan seseorang ataupun dalam hal pembebasan, mengontrol alasan-alasan dan dasar hukum hakim Praperadilan yang memerdekakannya.
Dengan demikian, keberadaan lembaga Praperadilan  di dalam KUHAP ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawasan secara horizontal, atau dengan kata lain, Praperadilan mempunyai maksud sebagai sarana pengawasan horizontal dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama hak asasi Tersangka dan Terdakwa. Perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia tersebut sudah merupakan hal yang bersifat universal dalam setiap Negara hukum. Hal inilah yang hendak dicapai Para Pemohon melalui upaya hukum Praperadilan ini.
Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka sudah seharusnya menurut hukum Para Pemohon memohon agar Pengadilan Negeri Sanggau berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut:

1.    Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp.Sidik/107/XI/2022/Reskrim tanggal 03 November 2022 yang menetapkan Para Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon terkait peristiwa tindak pidana  sebagaimana dimaksud dalam Pasal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUH Pidana ayat (1) dan (2) ke 1e KUHP adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenannya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
3.    Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa tindak pidana  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUH Pidana ayat (1) dan (2) ke 1e KUHP adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
4.    Menyatakan Surat Perintah Penangkapan Nomor:Sp.Kap/99/XI/2022/Reskrim tanggal 03 November 2022 sampai dengan 04 November 2022  atas nama Erbit selaku Pemohon I,  Sp.Kap/98/XI/2022/Reskrim tanggal 03 November 2022 sampai dengan 04 November 2022  atas nama Gonot selaku Pemohon II, Sp.Kap/100/XI/2022/Reskrim tanggal 03 November 2022 sampai dengan 04 November 2022  atas nama Kiseng selaku  Pemohon III, yang menetapkan Para Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon terkait peristiwa tindak pidana  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUH Pidana ayat (1) dan (2) ke 1e KUHP adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenannya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
5.    Menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor: Sp.Han/197/XI/2022/Reskrim tanggal 04 November 2022 sampai dengan 23 November 2022 atas nama Erbit selaku Pemohon I, Sp.Han/196/XI/2022/Reskrim tanggal 04 November 2022 sampai dengan 23 November 2022  atas nama Gonot selaku  Pemohon II, Sp.Han/198/XI/2022/Reskrim tanggal 04 November 2022 sampai dengan 23 November 2022 atas nama Kiseng selaku  Pemohon III, yang menetapkan Para Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon peristiwa tindak pidana  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUH Pidana ayat (1) dan (2) ke 1e KUHP adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenannya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
6.     Memerintahkan dan Menghukum Termohon untuk mengeluarkan Erbit selaku Pemohon I, Gonot selaku Pemohon II, Kiseng selaku Pemohon III dari Tahanan.
7.    Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Para Pemohon selaku Tersangka tanpa prosedur adalah cacat yuridis/bertentangan dengan hukum, yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah);
8.    Menghukum Termohon untuk membayar ganti kerugian berupa:
Membayar Ganti Kerugian Materil Karena Para Pemohon Kehilangan Mata Pencarian sebanyak Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah);
9 . Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Para Pemohon oleh Termohon;
10. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo;

Atau,
Apabila Yang Mulia Hakim berpendapat lain Mohon Putusan yang seadil-adilnya( ex aequo et bono).
 

Pihak Dipublikasikan Ya